Selasa, 18 November 2008

RAKYAT MELAWAN

Bangsa ini selalu saja menampilkan kegagalan demi kegagalan pemimpinnya dalam membawa angin perubahan bagi rakyatnya, dan dalam lintasan sejarah pemimpin bangsa masih menempatkan rakyat dalam kaca mata minor yang bermakna hanya apabila moment suksesi berlangsung, rakyat dianggap sebagai entitas yang tidak memiliki nilai. secara substantive rakyat hanyalah kelompok yang bodoh miskin sehingga pemimpinlah yang bertanggung jawab penuh untuk mengambil keputusan-keputusan strategis. Suara rakyat terkadang berbunyi teramat pelan. Padahal sejatinya esensi dari demokrasi adalah rakyat menjadi kelompok kuat yang memiliki kewenangan untuk mengambil mandate yang diberikan kepada wakil rakyat, namun secara nyata kelemahan-kelemahan rakyat malah dijadikan bahan eksploitasi bahkan menjadi ladang penghidupan untuk mencari proyek.
Untuk itu perlu dibangun suatu paradigma baru bahwa rakyat adalah pemegang tongkat perubahan, rakyat harus terlibat secara langsung dalam proses perubahan bukan lagi hanya jadi objek perubahan tapi musti menjadi subyek perubahan. Persoalan nya adalah bagaimana membangun suatu pola hubungan antara elite dengan rakyat serta rakyat dengan elite. Karena jikalau rakyat tidak dianggap memiliki eksisten maka posisi lemah akan selalu dialami rakyat.
Marx dalam hal ini menawarkan konsep yang sangat praktis dengan hirarki yang saling sirkular antara rakyat versus elite, keterjebakan bahwa hanya terdapat dua kubu yang bertikai antara elite dengan rakyat membuat ketidak mampuan rakyat keluar dari posisinya yang lemah, sekali lagi ini adalah persoalan paradigma. Marx dengan brilyan membuat konsep ideologis proletar vs borjuis yang memiliki karakter-karakter yang objektif serta faktual. Suatu sprit perjuangan dibangun dengan mengedepankan ketegangan-ketegangan yang kreatif, marx selalu menekankan perlawanan frontal antara kelas. Suatu perjuangan yang tidak akan berhenti sampai terjadinya perubahan ideologis. Kelompok proletar harus ”mengangkat senjata” terhadap kelompok borjuis yang berada pada lapisan struktur maupun sistem-sistem sosial yang ada di masyarakat. Kongkalikong yang terjadi antara penguasa dan pengusaha dalam bangunan sistem bernegara harus diputus dan dihancurkan karena hubungan yang mesra keduanya adalah tangisan kelompok proletar.
Ketika berakhirnya perang dingin (cold war) antara amerika dengan uni soviet dengan kemenangan amerika, tentunya dipahami luas bahwa selain konflik bersenjata juga terjadi konflik ideologi. Soviet membawa nilai-nilai sosialisme sedangkan amerika membawa nilai kapitalisme, dengan hancurnya uni soviet maka ideologi kapitalisme memenangkan peperangan, sehingga kemudian dapat kita lihat pengaruh (influence) dari nilai-nilai kapitalisme dalam sistem dunia saat ini. Amerika menjadi negara yang tanpa lawan dengan kekuatan infrastruktur dan suprastruktur yang dimilikinya. Amerika serta sekutu-sekutunya berusaha untuk menjadi poros utama dunia sehingga negara-negara miskin dan berkembang ”dipaksa” untuk memakai kebijakan-kebijakan amerikan yang pro pasar.
Memang tidak bisa ditolak terdapat nuansa perubahan-perubahan dunia yang positif disana-sini dalam persoalan demokrasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akses global dan lain sebagainya namun disatu sisi yang lain kapitalisme tidak kunjung membawa keadilan yang memuaskan dalam hubungan antar bangsa-bangsa dunia, yang terjadi adalah ketimpangan antar negara semakin melebar. Negara kaya makin kaya raya sedangkan negara miskin makin memiskin, tanggung jawab global tidak mampu membuka ruang persamaan yang saling menguntungkan, badan-badan dunia yang dibentuk sebagai penyeimbang seperti PBB, Bank dunia dan lain sebagainya terkesan mandul apabila berhadapan dengan tekanan-tekanan negara kuat sehingga yang sering tertampil ke publik adalah ambivalen sikap PBB misalnya dalam berbagai persoalan dimana negara-negara kuat memiliki kepentingan.
Kekuatan yang terlalu kuat dari amerika sejatinya sangat membahayakan dalam interaksi bangsa-bangsa serta mempengaruhi stabilitas dunia, karena didalam tekanan yang dilapisi kekuatan hal tersebut bukannya tanpa perlawanan. Disana-sini muncul sikap perlawanan dari negara-negara yang menginginkan kebebasan menentukan nasib, dalam perkembangan nantinya banyak yang meramalkan akan terjadi ”perlawanan” global atas intervensi negara-negara kuat terhadap negara lemah. Belakangan saja telah muncul negara- negara yang melepaskan ketergantungan dari kekuatan barat, negara yang berada di amerika latin menjadi bukti nyatanya seperti bolivia, meksiko. Hugo chavez menjadi ikon pemimpin perlawanan terhadap amerika serikat. Padahal pada mulanya bolivia menjadi peniru paling otentik terhadap arahan-arahan amerika kemudian berubah menjadi penentang paling ekstrem terhadap amerika, sistem kapitalisme ditolak dengan memakai pendekatan sosialisme baru dalam menghubungkan antara negara dengan rakyat, perusahaan-perusahaan asing ”dipaksa” untuk menanda tangani ulang kontrak pengelolaan sumber daya alam, kemudian land reform dijalankan serta berbagai kebijakan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai kapitalisme. Dan secara nyata bolivia mengalami peningkatan kesejahteraan secara cepat dan signifikan. Keberanian yang ditunjukan oleh Hugo chavez membawa angin perubahan.
Kemudian bergeser ke Iran disana juga ada ahmadinejad yang dengan sangat keras menampilkan sikap konfrontatif dengan Amerika, bahkan presiden iran ini berani menyatakan bahwa amerika adalah setan. Tentu saja keberanian dengan landasan ideologi yang kuat menimbulkan kreatifitas mengatasi masalah, tidak seperti negara yang selalau ”mbeo” dengan formula kebijakan dari barat, padahal negara barat sangat berkepentingan terhadap negara tersebut yaitu hasrat untuk menguasai SDA yang dimiliki,
Atas nama globalisasi sumber daya alam milik negara asal tidak dapat dieksploitasi untuk kemakmuran negara yang bersangkutan, bahkan negara kaya SDA dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang membolehkan pihak asing untuk mengelola SDA demi profit yang sebesar-besarnya.
Tidakkah kita miris ketika melihat Indonesia yang merupakan negara kaya raya dalam hal sumber daya alam namun rakyatnya banyak yang melarat, kondisi ini dikarenakan ketidak beranian pemimpin bangsa dalam berhadapan dengan kekuatan asing, sehingga apapun yang keluar dari mulut Investor Asing adalah kewajiban yang harus diikuti, padahal dengan sumber Daya Alam yang bangsa ini miliki apabila dieksploitasi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat maka kesejahteraan rakyat bukan hanya impian semata, Freeport, Exon Mobil contoh perusahaan Asing yang memiliki pengaruh kuat dalam dinamika ekonomi dan politik Indonesia, dengan intervensi yang dilakukan maka pemerintah tunduk patuh menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang menguntungkan pemilik modal, Nurani pemerintah untuk mencipta kesejahteraan patut dipertanyakan. Bisa jadi hal ini menjadi gambaran betapa rakyat sangat dipandang tidak memiliki eksisten yang nyata, sehingga kesepakatan yang dibangun merupakan kesepakatan versi elite.
Memakai paradigma marx untuk melakukan perubahan satu-satunya cara adalah rakyat harus bangkit melawan kezaliman...........................


Ridwansyah
Direktur Pusat Kajian dan Study Pemberdayaan Masyarakat (PKSPM) Kalimantan Barat
Wakil Sekretaris Umum BADKO HMI Kalimantan Barat

1 komentar:

Unknown mengatakan...

oke....rakyat sebagai tongkat perubahan,dan mereka harus dan harus bangun dari tidurnya dan melawan segala kebohongan yang dilakukan aparatur pemerintah.