Minggu, 19 Oktober 2008

Rakyat Penonton Demokrasi

Setiap perhelatan demokrasi yang menuntut keterlibatan rakyat secara meluas selalu saja symbol-simbol rakyat di umbar sebagai ikhtiar seolah-olah menggambarkan kedekatan emosional dengan rakyat, walaupun manipulasi yang dilakukan hanya semata-mata bertujuan untuk mendapatkan suara rakyat demi kekuasaan. Sesaat saja euphoria mengaggungkan rakyat terdengar, suara rakyat suara tuhan, demikianlah bahasa-bahasa yang di gelontorkan namun ketika suara telah diberikan, maka usai pula hubungan dengan rakyat. Kejadian-kejadian yang selalu berulang sehingga rakyat makin frustasi,lesu darah dalam setiap “pesta demokrasi” karena sejatinya pesta hanya untuk penguasa sedangkan rakyat hanyalah penonton pesta, setelah pesta usai maka rakyat akan kembali pada kondisi nyata hidup dalam kemelaratan, kepapaan, kebodohan. Visi misi yang diusung tidak lagi menjadi penting untuk ditepati yang penting kursi empuk kekuasaan telah kurengkuh demikianlah mungkin logika para elite hari iniTerkejut kita dibuat nya, betapa tidak ketika verifikasi factual telah dilakukan KPU Pusat mengumumkan bahwa Partai Politik peserta pemilu berjumlah 34 buah, suatu angka yang cukup fantastis, yang membuat kita mengurut dada partai politik peserta pemilu tersebut sebenarnya bukanlah sepenuhnya partai baru namun rata-rata merupakan partai bentukan oleh orang-orang yang disingkirkan di partai nya, walaupun dilihat dari aspek hak asasi manusia kebebasan berserikat dan berkumpul adalah hak setiap warga Negara namun niat untuk membangun bangsa perlu kita curigai dari sisi berpikir elite partai-partai tersebutsebenarnya kalau di telusuri dari aspek ideology partai-partai yang ada terdapat dua kelompok besar yaitu partai yang berideology nasionalis serta partai yang berideology agama, andaikata pengurus partai-partai tersebut mau sedikit berbesar hati dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat mungkin jumlah partai yang mengikuti pemilu 2008 tidak sebanyak sekarang kondisi partai sebanyak itu akan membuat rakyat menjadi bingung ditambah lagi cara-cara berpolitik partai-partai masih mengandalkan pendekatan pembodohan tanpa melakukan upaya pencerdasan politik kepada rakyat.
Reformasi yang diusung mahasiswa memang telah berhasil memperbaharui banyak aspek yang dulu dianggap tidak demokratis sekarang lebih demokratis namun secara substansinya demokrasi di republic ini belum dapat dirasakan oleh rakyat, harapan sederhana rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan seharusnya dapat ditangkap pemimpin.
sampai saat ini kondisi sulit rakyat tidak bergeming malahan terasakan makin menyesakkan diperparah dengan kebijakan pemerintah berkuasa dengan mencabut subsidi BBM maka makin lengkaplah penderitaan rakyat, suara-suara miring yang mempertanyakan demokrasi adalah wajar adanya apabila kita lihat secara faktual saat ini, karena yang paling dibutuhkan rakyat adalah perubahan bukan demokrasi procedural yang tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Tidak ada yang salah dengan demokrasi bahkan demokrasi ditangan elite yang bervisi kerakyatan akan menghasilkan buah kesejahteraan, hal ini telah dibuktikan seperti yang dikemukakan oleh amartya sen bahwa terdapat korelasi antara demokrasi dengan kesejahteraan, namun di Negara ini tesis amartya sen tersebut runtuh berkeping-keping
Sejak pemilihan secara langsung telah disepakati aturannya maka beberapa tahun belakangan ini rakyat disuguhkan suatu arena suksesi yang sangat banyak, mulai dari Pemilihan Kepala desa, bupati dan wakil bupati, walikota serta wakilnya, gubernur juga dengan wakilnya dan tidak lama lagi pemilihan anggota legislative serta pemilihan presiden dan wakil presiden semuanya dilakukan secara langsung, suatu fenomena tersendiri yang dahulu pada era orde baru tidak mungkin dirasakan rakyat, yang patut dicermati adalah apa yang dilakukan melalui system pemilihan secara langsung tidak berbanding lurus dengan kondisi rakyat, sehingga kemudian yang muncul adalah kejenuhan, tingkat partisipasi makin lemah. Pendidikan politik yang dipertontonkan oleh calon pemimpin tidak lebih dari dangdutan, artis cantik, jalan santai, bagi-bagi baju kaos, bagi-bagi nasi bungkus. Sehingga tidak salah jika kemudian rakyat berpikir sangat materialistic pada moment suksesi karena yang diajarkan elitenya adalah contoh-contoh pembodohan, kontan saja pelaksanaan pemilu memakan anggaran yang tidak sedikit ratusan milyar bahkan mungkin bisa mencapai trilyunan rupiah. Angka yang fantastis karena proses suksesi hari ini sudah dimaknai sebagai marketing politic, sehingga kekuatan capital sangat menentukan kemenangan. Logika untung rugi jelas merupakan logika para pengusaha. Ketika kultur berpikir tersebut juga merembes pada aspek politik akan makin parahlah Negara ini, karena sejatinya yang memiliki Negara ini bukan lagi rakyat atau pemerintah tapi
Ketika terpilih maka siap-siap saja pemimpin tersebut untuk memberikan daerahnya, negaranya kepada pemilik modal yang berorientasi kepada keuntungan. Dalam suasana keterikatan perjanjian dengan pemilik modal dapatkah pemimpin daerah atau pemimpin Negara menjalankan kerja-kerja kepemimpinan nya secara independent jawabannya tentu, yang lebih memprihatinkan apabila kekuatan-kekuatan capital yang bermain adalah pihak asing, kita bisa menyaksikan sumber daya alam strategis bangsa ini dikangkangi perusahaan asing sehingga anak bangsa hanya jadi penonton di rumahnya sendiri sedangkan pemimpin yang telah berkolaborasi dengan pengusaha asing dapat “jatah atas dukungannya dalam melapangkan jalan merebut sumber daya alam tersebut Seperti yang banyak diungkap banyak pihak bahwa penjajahan secara terselubung masih terjadi sampai dengan saat ini, namun dalam formulasi yang canggih sehingga sulit bagi awam untuk mengenalinya, penjajah tersebut dapat berupa TNC (Trans National Corporatian) maupun MNC (Multi National Corporation) dalam metode kerjanya mereka memakai pendekatan yang multi bidang, mulai dari media massa sampai dengan aturan-aturan yang pro terhadap kepentingan mereka at, oleh karena itu mereka selalu saja hadir dalam setiap moment yang terjadi di bangsa ini. Intelijen menjadi hal lain yang dilakukan, bertugas memantau dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya kepada pemilik modal seperti yang dilakukan snock houngrunje di Aceh. Ketika telah dibuat pemetaan kelemahan dan kekuatan maka yang dilakukan adalah menyerang titik terlemah bangsa inisehingga kemudian kekuasaan dapat diraih kemudian mengumpulkan pundi-pundi kekayaan sebanyak nya walaupun daerah jajahannya rakyat hidup dalam kemelaratan. Hal tersebut fakta namun mengapa tidak ada kesadaran pada seluruh anak negeri untuk mewaspadai gerakan-gerakan tersebut. Yang paling harus menyadarinya adalah calon-calon pemimpin bangsa mulai dari tingkat yang paling bawah sampai yang paling atas bahwasanya rakyat makin menderita. apakah kita rela hidup mewah diatas gelimpangan mayat anak negeri. Dari nasi yang kita makan ada darah dan keringat petani, dibalik ikan yang kita makan ada darah dan keringat nelayan, dibalik kursi yang kita duduki ada teriakan lantang dari rakyat yang tidak lagi punya uang untuk makan

Tidak ada komentar: