Senin, 27 April 2009

GURU SEBAGAI PANGGILAN JIWA
*OLEH: ERWIS

Tulisan ini bukanlah analisis tentang sebuah novel/film, apalagi sebuah kritik (dalam istilah sastra) tentang novel/film, tapi hanya sekelumit ungkapan pemikiran tentang dunia pendidikan kita hari ini, yang kebetulan terinspirasi dari kisah “Laskar Pelangi”. Tentu masih lekat di ingatan kita bersama, satu kisah dalam novel fenomenal “Laskar Pelangi” yang berangkat dari kisah nyata latar belakang penulisnya, Andreas Hirata yang kemudian diangkat menjadi sebuah film yang berjudul “Laskar Pelangi”. Dalam waktu singkat, di berbagai tempat di tanah air mendadak terserang “demam laskar pelangi”. Orang-orang saling berebut tempat untuk menjadi yang pertama menyaksikan film tersebut. Bahkan, berhari-hari pascapenayangan perdananya, poster film ini masih menghiasi dinding Mall yang menandakan bahwa film ini masih diputar. Logika sederhananya, frekuensi pemutaran sebuah film tentulah didasarkan pada pertimbangan minat masyarakat terhadap film tersebut. Semakin diminati dan digemarinya sebuah film, maka akan semakin sering dan lama film tersebut diputar di bioskop-bioskop. Lantas, apa sebenarnya yang menarik dari film ini? Beragam komentar yang keluar dari mulut orang-orang setelah menyaksikan film ini. Mulai dari komentar yang ala kadarnya sampai komentar berbobot bak komentar dari seorang kritikus film yang benar-benar jeli melihat kekurangan dan kelebihan dari sebuah film.

Tetapi, apapun komentar dari orang-orang tersebut, penulis ingin menyampaikan bahwa ada satu nilai edukasi yang sangat berharga yang perlu diambil dari kisah “Laskar Pelangi”, yakni keikhlasan dan kesungguhan seorang guru yang ditampilkan oleh penulisnya pada tokoh yang bernama Ibu Muslimah (diambil dari nama asli tokoh sebenarnya), seorang Ibu Guru yang penuh dengan kesederhanaan berbekal dengan pengetahuan yang Ia miliki mengabdikan dirinya dengan sepenuh jiwanya menjadi seorang guru tanpa memikirkan pamrih yang ia terima. Mungkin sosok seperti inilah yang layak dianugerahi predikat “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Satu sosok yang sangat luar biasa dan tentunya patut menjadi inspirasi bagi semua orang yang bergelut dengan dunia pendidikan atau yang berniat untuk menjadi seorang pendidik (baca: guru).

Kita tinggalkan dulu sejenak kisah tentang Ibu Muslimah tadi. Dalam waktu dekat ini akan digelar perekrutan Pegawai Negeri Sipil baru untuk menempati formasi yang memang sedang membutuhkan tenaga tambahan. Jika kita lihat fenomena hari ini, di mana ketika Tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dibuka bisa kita lihat mayoritas formasi yang diperlukan adalah tenaga guru. Kalbar saja pada tahun 2008/2009 membutuhkan sekitar tiga ribu jumlah tenaga guru untuk ditempatkan di wilayah Kalbar (sumber: Pontianak Post, 17/11/08) sungguh jumlah yang tidak sedikit bukan. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, kita saksikan ribuan orang bersaing untuk menjadi guru. Sebenarnya yang menarik bagi penulis bukanlah berapa besar jumlah tenaga guru yang diperlukan, Tapi lebih kepada motivasi seseorang untuk memilih profesi guru sebagai pilihannya. Bahkan, fakta yang sangat jelas bisa dilihat adalah terjadi perubahan yang sangat drastis pada minat calon mahasiswa baru dalam memilih perguruan tinggi/fakultas khususnya di Kalbar. Mayoritas calon mahasiswa menyerbu perguruan tinggi-perguruan tinggi atau lebih khususnya fakultas-fakultas yang memang bertujuan untuk mencetak calon-calon tenaga pendidik (baca:guru).

Kondisi seperti ini dengan begitu banyaknya peminat untuk menjadi tenaga pendidik bisa jadi sesuatu yang membawa angin segar bagi dunia pendidikan kita atau justru sebaliknya .Mengapa penulis katakan seperti itu? Menurut hemat penulis, hal ini tergantung pada motivasi yang dibangun dari dalam diri calon guru tersebut. Jika keinginan untuk menjadi seorang guru dilandasi oleh minat dan benar-benar merupakan panggilan jiwa untuk turut berpartisipasi mencerdaskan generasi bangsa, maka tentunya ini akan berbuah manis. Akan tetapi lain halnya jika keinginan untuk menjadi guru hanya dilandasi oleh motivasi untuk memperoleh materi semata, hal ini akan menjadi bumerang bagi dunia pendidikan kita hari ini, karena jika terjadi seperti ini, komitmen dan tanggung jawab para tenaga pendidik/calon tenaga pendidik pada peningkatan kualitas dunia pendidikan kita tentu masih sangat diragukan.

Profesi guru haruslah dimaknai sebagai sebuah profesi yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menentukan arah kehidupan bangsa terkait dengan bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dan kualitas intelektual yang baik, sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain. Terkait dengan hal ini, Penulis ingin menyampaikan bahwa profesi guru bukanlah sebuah profesi yang biasa, Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang yang tidak biasa pula, yakni orang-orang yang bersedia untuk mencurahkan perhatiannya pada bagaimana cara agar terjadi peningkatan pada mutu pendidikan. Berdasarkan salah satu isi dari Undang Undang (UU) RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang terkait dengan kedudukan dan fungsi guru, dikatakan bahwa seorang guru adalah tenaga professional dan berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Terkait dengan hal ini, jelaslah bahwa tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana membuat mutu pendidikan semakin meningkat.

Sekali lagi jika dunia pendidikan di negara Indonesia benar-benar ingin maju dan mampu bersaing dengan negara lainnya, maka di samping ada beberapa hal lainnya, satu di antaranya poin penting yang harus dibenahi adalah kualitas tenaga pendidik di negeri ini. Orang-orang yang terlibat di dalamnya hendaknya memang orang-orang yang profesional dan mengerti betul apa hak dan kewajibanya sebagai seorang guru.

Sesuai dengan judul tulisan ini, “Guru sebagai Panggilan Jiwa”, penulis sampaikan, bahwa selayaknya menjadi guru bukanlah sekedar “latah”, akan tetapi benar-benar didasari oleh keinginan dan panggilan jiwa. Terinspirasi dari tokoh Ibu Muslimah dalam kisah Laskar Pelangi, bagaimana kesabarannya, ketekunannya, kesederhanaannya, dan keikhlasannya dalam mentransformasikan ilmunya kepada anak didiknya yang disebutnya sebagai “laskar pelangi” dengan kondisi yang serba kekurangan, Ibu muslimah tidak pernah berputus asa untuk mendidik murid-muridnya. Menurut hemat penulis, sosok seperti ini merupakan cerminan seseorang yang menjadi guru karena didasari oleh panggilan jiwanya dan kecintaannya pada dunia pendidikan.

Sebagai penutup tulisan ini, tentunya menjadi harapan kita bersama dunia pendidikan kita yang idealnya berupaya menyiapkan SDM berkualitas dan memiliki akhlaqul karimah, tidak dihuni oleh orang-orang yang hanya mengejar materi semata. Akan tetapi, diisi oleh orang-orang yang memang berdedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan, dan memiliki idealisme sebagai seorang pendidik serta memiliki komitmen pada peningkatan mutu pendidikan di negeri ini. Guru sebagai panggilan jiwa. Semoga. Wallahualam bishowab.

*) Penulis adalah Ketua Umum
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak

Tidak ada komentar: