Selasa, 31 Mei 2011

MEMUTUS DIKOTOMI ILMU PENGETAHUAN UPAYA MEMBANGUN DUNIA YANG LEBIH BERADAB



Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat sehingga pencapaian hari ini mungkin tidak terlintas dalam pikiran manusia di era sebelumnya, dengan akal dan pikiran serta semakin baiknya gizi serta fasilitas dan sumber pembelajaran membuat kreasi manusia menjulang tinggi. Interaksi manusia terhadap ilmu-ilmu pasti menjadikan objek kajian menjadi kian luas bahkan merambah ke dalam dimensi ilmu sosial sehingga tidak heran banyak ilmuan yang bermaksud menggiring ilmu alam menjadi pusat ilmu pengetahuan (center of knowledge) dengan justifikasi yaitu ketika ilmu alam dapat menemukan jalan keluar terhadap permasalahan manusia hal ini juga dapat diperlakukan pula untuk ilmu-ilmu social Karena pencapaian ilmuan ilmu pasti jauh meninggalkan pencapaian ilmu-ilmu sosial.
Paham positivistic yang menjadikan ilmu pasti (ilmu-ilmu alam) sebagai primadona tentu saja merambah kedalam bangunan institusi pendidikan di segala jenjang dan lini sehingga tidak heran kiranya ketika melihat sekolah-sekolah serta perguruan tinggi yang menawarkan jurusan serta fakultas ilmu pasti (ilmu-ilmu alam) pasti ramai peminat sedangkan sekolah-sekolah serta universitas jurusan ilmu sosial menjadi sepi. kebijakan pemerintah dalam pembangunan bidang pendidikan pun menjadikan mata pelajaran ilmu pasti sangat di idolakan semisal matematika, fisika, kimia, biologi dan lain sebagainya. Fasilitas-fasilitas pendukung gencar diberikan seperti laboratarium, serta fasilitas lainnya semata untuk membuat siswa atau mahasiswa menjadi mudah mengkaji fenomena yang menjadi objek study. Berbanding terbalik dengan kondisi di lembaga ilmu-ilmu sosial yang sangat terkesan kurang di urus serta minim fasilitas pada dampak berikutnya menjadikan kajian ilmu sosial sangat tertinggal jauh dibanding ilmu-ilmu alam.
Dikotomi antara ilmu pasti dengan ilmu sosial sudah sedemikian jauh memisahkan diri seolah-olah suatu hal yang sangat berbeda sama sekali sehingga tidak perlu saling bertegur sapa satu sama lainnya, dan alam pikiran sebagian besar kita pun terasuki paham ini sehingga ketika ada anak yang sangat menyukai ilmu-ilmu pasti sangat berbangganya orang tua, namun ketika anak yang gandrung dengan ilmu sosial maka orang tua akan memberikan proteksi dengan alasan ilmu sosial tidak menjamin masa depan dan kesejahteraan.

Kalau kita Menjelajah kemasa lampau ketika ilmu pengetahuan mulai berkembang terutama di peradaban yunani, tidak dapat dinafikan para pemikir yunani berawal dari ketakjuban terhadap alam semesta sehingga mereka melandaskan kajian filosofisnya terhadap alam, mereka mengkaji realitas pembentuk alam semesta ada yang berpendapat alam berasal dari air, udara, api dan tanah. Thales, heraklitos, plato, aristoteles dan pemikir lainnya menjadikan alam sebagai kajian awalnya, namun kemudian dalam proses selanjutnya mereka berpikir bahwa apa gunanya memikirkan alam semesta (makrokosmos) sedangkan manusia merupakan alam lainnya (mikrokosmos) masih diselimuti misteri sehingga mereka menjadikan manusia berikut dengan realitas yang melingkupinya sebagai kajian utama, sampai di kuil DELFI terpahat ungkapan “kenalilah dirimu” menunjukan ketakjuban para filosof tersebut dengan alam kecil yaitu manusia.
Penulis sengaja hadirkan hal tersebut diatas sebagai pemikiran kita bersama ternyata secara histories kajian tentang manusia menjadi kajian utama, sehingga ketika saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang cepat dan melupakan manusia sebagai subjek dan objek berarti telah terjadi ketimpangan pemikiran, manusia yang didalamnya terkandung unsure-unsur alam sejatinya musti dipahami dengan berbagai kearifan, karena didalam tubuh manusia juga terkandung unsureunsur keilahian yaitu roh. Sehingga pemahaman akan manusia tidak berhenti pada aspek-aspek fisik semata namun harus berkembang lebih jauh lagi, karena ketika manusia hanya dipahami sebagai fisik berarti telah mereduksi manusia seperti robot.
Seperti yang banyak di ungkapkan para pemikir besar kemanusiaan, saat ini walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil membuat pencapaian yang mengagumkan namun perilaku manusia tidak juga kunjung berubah, perilaku primitive masih sangat mendominasi alam pikiran manusia sehingga kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan tangan-tangan manusia telah jelas tergambarkan. Penemuan bom atom ternyata di ikuti dengan pembunuhan massal, ribuan orang jepang meninggal akibat bom yang dijatuhkan tentara sekutu ke kota hirosima dan Nagasaki, penemuan pupuk-pupuk an-organik menyebabkan kerusakan kesuburan tanah, barang-barang elektronik serta polusi yang ditimbulkan kendaraan buatan manusia menyebabkan menipisnya lapisan ozon dengan akibat lanjutannya adalah terjadinya pemanasan global seperti yang kita rasakan saat ini, penemuan internet serta media komunikasi dan informasi lainnya menjadikan munculnya kejahatan-kejahatan serta kerusakan dalam bentuk-bentuk yang lebih canggih. Demikianlah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disatu sisi merupakan suatu hal yang patut disyukuri namun disisi yang lain manusia berkecenderungan menjadi lebih jahat baik terhadap dirinya sendiri, sesamanya maupun terhadap alam sekitarnya.
Asumsi yang patut di ajukan apakah manusia sudah melupakan kediriannya, dan sibuk dengan sesuatu yang diluar dirinya. Manusia tidak lagi memikirkan segala akibat dari tindak tanduknya yang dipentingkan adalah bagaimana memikirkan diri sendiri dan memupuk kesenangan sebanyak-banyaknya, manusia menjadi lebih individualis serta menanggalkan instrument kemanusiaannya yaitu sebagai makhluk sosial. Kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi namun kebutuhan akan spritualitas yang merupakan kebutuhan roh dalam dirinya tidak terpenuhi, sehingga kekosongan menghampiri jiwa manusia dan manusia mengalami alienasi (keterasingan) terhadap diri dan lingkungannya.
Penting kiranya dijadikan bahan pemikiran bagaimana paradigma ilmu pengetahuan yang sangat dikotomis antara eksak versus sosial serta anti agama perlu didamaikan dalam paham integralistik dan interdisipliner. Egoisme ilmu eksak yang merasa paling benar sudah musti diakhiri karena pada akhirnya manusia pun menjadi entitas yang sangat menentukan dalam pencapaian kemajuan, tidak ada artinya ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang cepat namun manusia menjadi pribadi-pribadi yang individualistic, oleh sebab itu semua kekuatan yang ada musti dibangun, kesatuan dan kesepahaman bagaimana membangun masa depan kemanusiaan yang lebih beradab, damai dan menghargai sesama serta peduli terhadap alam, egoisme manusia yang merasa alam adalah suatu hal yang musti ditundukkan dan di eksploitasi hanya membuat kehancuran alam menjadi semakin nyata. Manusia yang dilahirkan dari ilmu pengetahuan yang egoistic adalah manusia pembunuh serta manusia perusak. Dalam implementasinya di pendidikan formal, mengidolakan ilmu pengetahuan tertentu serta menganggap rendah ilmu pengetahuan yang lain pun musti dirubah. Orang tua tidak lagi merasa kecewa karena anaknya lebih berminat pada bidang study tertentu karena setiap ilmu pengetahuan pada dasarnya diharapkan dapat menjadi solusi terhadap kerusakan alam semesta yang kian parah ini.

Tidak ada komentar: